Senin, 15 September 2014

PERANCANGAN PELABUHAN

BAB I
PERENCANAAN  PELABUHAN


1.1. Pendahuluan
Pembangunan pelabuhan memakan biaya yang sangat besar. Oleh karena itu diperlukan suatu perhitungan dan pertimbangan yang masak untuk memutuskan pembangunan suatu pelabuhan. Keputusan pembangunan pelabuhan biasanya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan ekonomi, politik dan teknis. Ketiga dasar pertimbangan tersebut saling berkaitan, tetapi biasanya yang paling menentukan adalah pertimbangan ekonomi.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan didalam pembangunan suatu pelabuhan adalah kebutuhan akan pelabuhan dan pertimbangan ekonomi, volume perdagangan melalui laut, dan adanya hubungan dengan daerah pedalaman baik melalui darat maupun air.
Kebutuhan akan pelabuhan timbul untuk memenuhi beberapa hal berikut ini :
1)       Pembangunan pelabuhan yang didasarkan pada pertimbangan politik. Sebagai contoh adalah pelabuhan militer yang diperlukan untuk mendukung keamanan suatu Negara, misalnya pelabuhan Ujung di Surabaya sebagai pangkalan angkatan laut. demikian juga pelabuhan perintis yang dibangun untuk membuka hubungan ekonomi dan sosial daerah yang terpencil.
2)       Pembangunan suatu pelabuhan diperlukan untuk melayani/meningkatkan kegiatan ekonomi daerah dibelakangnya dan untuk menunjang kelancaran perdagangan antar pulau maupun Negara (eksport, import). Pelabuhan ini banyak mendukung perkembangan kota didekatnya dan daerah belakang.
3)       Untuk mendukung  kelancaran produksi suatu perusahaan/pabrik, sering diperlukan suatu pelabuhan khusus. Pelabuhan ini akan melayani pemasaran/pengiriman hasil produksi ataupun untuk mendatangkan bahan baku pabrik tersebut. Sebagai contoh adalah pelabuhan kuala tanjung milik PT Inalum (Indonesia Asahan Aluminium) di sumatera utara, sebagai prasarana untuk mengimpor biji bauksit dan pemasaran/pengiriman aluminium hasil produksi perusahaan tersebut. Mengingat sifatnya sebagai pendukung dari proyek utama, maka pertimbangan ekonomis tidak seketat seperti dalam pembangunan pelabuhan umum.
Sebelum memulai pembangunan pelabuhan umum harus dilakukan survey dan studi untuk mengetahui volume perdagangan baik pada saat pembangunan maupun di masa mendatang yang dapat di antisipasi dari daerah disekitarnya. Volume perdagangan ini penting untuk menentukan layak tidaknya pelabuhan tersebut dibangun, pada pelabuhan khusus, produksi dari suatu perusahaan biasanya sudah diketahui, sehingga pelabuhan dapat direncanakan untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
Setelah beberapa studi diatas dilakukan, selanjutnya ditetapkan lokasi secara umum pelabuhan, fungsi utama pelabuhan, dan jenis serta volume barang yang dilayani. Langkah berikutnya adalah membuat studi pendahuluan dan layout pelabuhan dalam persiapan untuk membuat penyelidikan lapangan yang lebih lengkap yang diperlukan di dalam pembuatan perencanaan akhir pelabuhan. Beberapa penyelidikan yang perlu dilakukan adalah survey hidrografi, dan topografi; penyelidikan tanah di rencana lokasi pemecah gelombang, dermaga, dan bangunan-bangunan pelabuhan lainnya; angin, arus, pasang surut dan gelombang.
Perencanaan pelabuhan harus memperhatikan berbagai faktor yang akan berpengaruh pada bangunan-bangunan pelabuhan dan kapal-kapal yang berlabuh. Ada tiga faktor yang harus diperhitungkan seperti yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu angin, pasang surut, dan gelombang. Angin menimbulkan arus dan gelombang. Angin juga dapat menimbulkan tekanan pada kapal dan bangunan pelabuhan. Pasang surut adalah penting di dalam menentukan dimensi bangunan seperti pemecah gelombang, dermaga, pelampung penambat, kedalaman alur pelayaran, perairan pelabuhan dan sebagainya. Gelombang yang menyerang bangunan pantai akan menimbulkan gaya-gaya yang bekerja pada bangunan tersebut. Bangunan harus tetap aman terhadap gaya gelombang yang bekerja padanya. Selain itu gelombang juga akan berpengaruh pada ketenangan di perairan pelabuhan.   

1.2. Persyaratan dan Perlengkapan Pelabuhan
Kapal laut diusahakan oleh suatu perusahaan pelayaran untuk mengangkut barang dan atau penumpang. Keuntungan yang diperoleh perusahaan tersebut tergantung banyak faktor seperti banyak/sedikitnya barang dan penumpang yang diangkut, waktu pelayaran kapal, waktu singgah di pelabuhan, dan sebagainya.
Kapal yang berada di pelabuhan harus membayar biaya jasa pelabuhan, yang meliputi biaya labuh, tambat, air, pandu, tunda, dermaga, dsb. Berbagai kegiatan yang ada di pelabuhan antara lain melakukan bongkar muat barang, menaik-turunkan penumpang, penyelesaian surat-surat administrasi, pengisian bahan bakar, reparasi, penyediaan perbekalan dan air bersih, dsb.
Untuk bisa memberi pelayanan yang baik dan cepat, maka pelabuhan harus bisa memenuhi beberapa persyaratan berikut ini :
1)       Harus ada hubungan yang mudah antara transportasi air dan darat seperti jalan raya dan kereta api, sedemikian sehingga barang-barang dapat diangkut ke dan dari pelabuhan dengan mudah dan cepat.
2)       Pelabuhan berada di suatu lokasi yang mempunyai daerah belakang (daerah pengaruh) subur dengan populasi penduduk yang cukup padat.
3)       Pelabuhan harus mempunyai kedalaman air dan lebar alur yang cukup.
4)       Kapal-kapal yang mencapai pelabuhan harus bisa membuang sauh selama menunggu untuk merapat ke dermaga guna bongkar muat barang atau mengisi bahan bakar.
5)       Pelabuhan harus mempunyai fasilitas bongkar muat barang (kran, dsb) dan gudang-gudang penyimpanan barang.
6)       Pelabuhan harus mempunyai fasilitas untuk mereparasi kapal-kapal.
Untuk memenuhi persyaratan tersebut pada umumnya pelabuhan mempunyai bangunan-bangunan.
1)       Pemecah gelombang, yang digunakan untuk melindungi daerah perairan pelabuhan dari gangguan gelombang. Gelombang besar yang datang dari laut lepas akan dihalangi oleh bangunan ini. Apabila daerah perairan sudah terlindung secara alamiah, maka tidak diperlukan pemecah gelombang.
2)       Alur pelayaran, yang berfungsi untuk mengarahkan kapal-kapal yang akan keluar/masuk ke pelabuhan. Alur pelayaran harus mempunyai kedalaman dan lebar yang cukup untuk bisa dilalui kapal-kapal yang menggunakan pelabuhan. Apabila laut dangkal maka harus dilakukan pengerukan untuk mendapatkan kedalaman yang diperlukan.
3)       Kolam pelabuhan, merupakan daerah perairan dimana kapal berlabuh untuk melakukan bongkar muat, melakukan gerakan untuk memutar (di kolam putar), dsb. Kolam pelabuhan harus terlindung dari gangguan gelombang dan mempunyai kedalaman yang cukup.
4)       Dermaga, adalah bangunan pelabuhan yang di gunakan untuk merapatnya kapal dan menambatkannya pada waktu bongkar muat barang. Ada dua macam dermaga yaitu yang berada di garis pantai dan sejajar dengan pantai yang disebut quai atau wharf; dan yang menjorok (tegak lurus) pantai disebut pier. Pada pelabuhan barang dibelakang dermaga harus terdapat halaman yang cukup luas untuk menempatkan barang-barang selama menunggu pengapalan atau angkutan ke darat. Dermaga ini juga dilengkapi dengan kran untuk mengangkut barang dari dan ke kapal.
5)       Alat penambat, digunakan untuk menambatkan kapal pada waktu merapat di dermaga maupun menunggu di perairan sebelum bisa merapat ke dermaga. Alat penambat bisa diletakkan di dermaga atau di perairan yang berupa pelampung penambat. Pelampung penambat ditempatkan di dalam dan di luar perairan pelabuhan. Bentuk lain dari pelampung penambat adalah dolphin yang terbuat dari tiang-tiang yang dipancang dan dilengkapi dengan alat penambat.
6)       Gudang, yang terletak di belakang dermaga untuk menyimpan barang-barang yang harus menunggu pengapalan.
7)       Gedung terminal untuk keperluan administrasi.
8)       Fasilitas bahan bakar untuk kapal.
9)       Fasilitas pandu kapal, kapal tunda dan perlengkapan lain yang diperlukan untuk membawa kapal masuk/keluar pelabuhan. Untuk kapal-kapal besar, keluar/masuknya kapal dari/ke pelabuhan tidak boleh dengan kekuatan (mesin) nya sendiri, sebab perputaran baling-baling kapal dapat menimbulkan gelombang yang akan mengganggu kapal-kapal yang sedang melakukan bongkar muat barang. Untuk itu kapal harus di tarik oleh kapal tunda, yaitu kapal kecil bertenaga besar yang dirancang khusus untuk menunda kapal.
10)   Peralatan bongkar muat barang seperti kran darat, kran apung, kendaraan untuk mengangkut/memindahkan barang seperti forklift.
11)   Fasilitas-fasilitas lain untuk keperluan penumpang, anak buah kapal dan muatan kapal seperti dokter pelabuhan, karantina, bea cukai, imigrasi, keamanan, dsb.

1.3. Pemilihan Lokasi Pelabuhan
Pemilihan lokasi untuk membangun pelabuhan meliputi daerah pantai dan daratan. Pemilihan lokasi tergantung pada beberapa faktor seperti kondisi tanah dan geologi, kedalaman dan luas daerah perairan, perlindungan pelabuhan terhadap gelombang, arus dan sedimentasi, daerah daratan yang cukup luas untuk menampung barang yang akan di bongkar muat, jalan-jalan untuk transportasi, dan daerah industri di belakangnya. Tetapi biasanya faktor-faktor tersebut tidak bisa semuanya terpenuhi, sehingga diperlukan suatu kompromi untuk mendapatkan hasil optimal.
Berbagai faktor yang mempengaruhi penentuan lokasi pelabuhan adalah sebagai berikut :
1)       Biaya pembangunan dan perawatan bangunan-bangunan pelabuhan, termasuk pengerukan pertama yang harus dilakukan.
2)       Biaya operasi dan pemeliharaan, terutama pengerukan endapan di alur dan kolam pelabuhan.


1.3.1. Tinjauan topografi dan geologi
Keadaan topografi daratan dan bawah laut harus memungkinkan untuk membangun suatu pelabuhan dan kemungkinan untuk pengembangan di masa mendatang. Daerah daratan harus cukup luas untuk membangun suatu fasilitas pelabuhan seperti dermaga, jalan, gudang dan juga daerah industri. Apabila daerah daratan sempit maka pantai harus cukup luas dan dangkal untuk kemungkinan perluasan daratan dengan melakukan penimbunan pantai tersebut.
Selain keadaan tersebut, kondisi geologi perlu juga diteliti mengenai sulit tidaknya melakukan pengerukan daerah perairan dan kemungkinan menggunakan hasil pengerukan tersebut untuk menimbun tempat lain. Di beberapa tempat, daerah pantai (daratan) merupakan daerah rawa yang sering tergenang air pada waktu air pasang dan merupakan tanah yang mempunyai daya dukung sangat rendah untuk mendukung bangunan-bangunan di atasnya.
penggunaan bahan kerukan dasar laut untuk mereklamasi daerah rawa. daerah daratan secara periodik dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Pada saat air surut daerah daratan kering sedang pada waktu pasang tergenang air. daerah tersebut akan di bangun suatu pelabuhan. Seperti terlihat dalam gambar 1.2.b. dibuat turap atau penahan tanah, yang nantinya dapat dimanfaatkan sebagai dermaga. Tanah hasil kerukan dasar laut digunakan untuk menimbun daratan, dengan demikian diperoleh kedalaman perairan yang cukup untuk kolam pelabuhan, sementara daerah rawa dapat direklamasi.

1.3.2. Tinjauan pelayaran
Pelabuhan yang dibangun harus mudah dilalui kapal-kapal yang akan menggunakannya. Kapal yang berlayar dipengaruhi oleh faktor-faktor alam seperti angin, gelombang dan arus yang dapat menimbulkan gaya-gaya yang bekerja pada badan kapal. Faktor tersebut semakin besar apabila pelabuhan teletak di pantai yang terbuka ke laut., dan sebaliknya pengaruhnya berkurang pda pelabuhan yang terletak di daerah yang terlindung secara alam. Pada umumnya angin dan arus mempunyai arah tertentu yang dominan. Diharapkan bahwa kapal-kapal yang sedang memasuki pelabuhan tidak mengalami dorongan arus pada arah tegak lurus sisi kapal. Demikian juga, sedapat mungkin kapal-kapal harus memasuki pelabuhan pada arah sejajar dengan arah angin dominan.
1.3.3. Tinjauan sedimentasi
Pengerukan untuk mendapatkan kedalaman yang cukup bagi pelayaran di daerah perairan pelabuhan memerlukan biaya yang cukup besar. Pengerukan ini dapat dilakukan pada waktu membangun pelabuhan maupun selama perawatan. Pengerukan selama perawatan harus sedikit mungkin.
Pelabuhan harus dibuat sedemikian rupa sehingga sedimentasi yang terjadi harus sesedikit mungkin (kalau bisa tidak ada). Untuk itu di dalam perencanaan pelabuhan harus ditinjau permasalahan sedimentasi. Proses sedimentasi ini sulit ditanggulangi, oleh karena itu masalah ini harus diteliti dengan baik untuk dapat memprediksi resiko pengendapan. Sedimen yang ada pada daerah pantai bisa berupa pasir atau sedimen suspensi. Sedimen suspensi biasanya berasal dari sungai-sungai yang bermuara di pantai.

1.3.4. Tinjauan gelombang dan arus
Gelombang menimbulkan gaya-gaya yang bekerja pada kapal dan bangunan pelabuhan. Untuk menghindari gangguan gelombang terhadap kapal yang berlabuh maka dibuat bangunan pelindung yang disebut pemecah gelombang.
Di dalam tinjauan pelayaran, diharapkan bahwa kapal-kapal dapat masuk ke pelabuhan menurut alur pelayaran lurus (tanpa membelok) dan alur tersebut harus searah dengan arah penjalaran gelombang terbesar dan arah arus. Suatu mulut pelabuhan yang besar akan memudahkan kapal memasuki pelabuhan.
Akan tetapi pada umumnya persyaratan-persyaratan untuk kemudahan pelayaran tidak bisa semuanya dipenuhi. Mulut pelabuhan yang besar dan menghadap arah datangnya gelombang akan menyebabkan masuknya energi gelombang yang besar ke pelabuhan, sehingga mengganggu kapal yang sedang bongkar muat barang. Demikian juga mulut pelabuhan yang menghadap arah arus akan menyebabkan sedimentasi di pelabuhan.

1.3.5. Tinjauan kedalaman air
Kedalaman laut sangat berpengaruh pada perencanaan pelabuhan. Di laut yang mengalami pasang surut variasi muka air kadang-kadang cukup besar. Menurut pengalaman, tinggi pasang surut yang kurang dari 5 m masih dapat dibuat pelabuhan terbuka. Bila lebih dari 5 m, maka terpaksa dibuat suatu pelabuhan tertutup yang dilengkapi dengan pintu air untuk memasukkan dan mengeluarkan kapal. Di sebagian besar perairan Indonesia, tinggi pasang surut tidak lebih dari 2 m sehingga digunakan pelabuhan terbuka.
Untuk pelayaran, kapal-kapal memerlukan kedalaman air yang sama dengan sarat (draft) kapal ditambah dengan suatu kedalaman tambahan. Kedalaman air untuk pelabuhan didasarkan pada frekuensi kapal-kapal dengan ukuran tertentu yang masuk ke pelabuhan. Jika kapal-kapal terbesar masuk ke pelabuhan hanya satu kali dalam beberapa hari, maka kapal tersebut hanya boleh masuk pda waktu air pasang. Sedang kapal-kapal kecil harus dapat masuk ke pelabuhan pada setiap saat.

1.4. Ukuran dan Bentuk Pelabuhan
Ukuran pelabuhan ditentukan oleh jumlah dan ukuran kapal-kapal yang akan menggunakannya serta kondisi lapangan yang ada. Ditinjau dari segi biaya, ukuran pelabuhan harus sekecil mungkin, tetapi masih memungkinkan pengoperasian yang mudah. Pemakaian kapal tunda untuk membantu gerak kapal di dermaga juga berpengaruh pada ukuran pelabuhan. Luas minimum pelabuhan adalah ruang yang diperlukan untuk dermaga ditambah dengan kolam putar (turning basin) yang terletak didepannya. Ukuran kolam putar tergantung pada ukuran kapal dan kemudahan gerak berputar kapal, yang dapat dibedakan dalam empat macam.
1)       Ukuran ruang optimum untuk dapat berputar dengan mudah memerlukan diameter empat kali panjang kapal yang menggunakannya.
2)       Ukuran menengah ruang putar dengan sedikit kesulitan dalam berputar mempunyai diameter dua kali dari panjang kapal terbesar yang menggunakannya. Gerak putaran akan lebih lama dan dapat dilakukan oleh kapal dan bantuan kapal tunda.
3)       Ruang putaran kecil yang mempunyai diameter kurang dari dua kali panjang kapal. Gerakan berputar dapat dilakukan dengan menggunakan jangkar dan bantuan kapal tunda.
4)       Ukuran minimum ruang putaran harus mempunyai diameter 20 % lebih panjang dari panjang kapal terbesar yang menggunakannya. Dalam hal ini untuk membantu perputaran, kapal harus ditambatkan pada suatu titik tetap, misalnya dengan pelampung, dermaga, atau jangkar.
pelabuhan dengan dermaga (pier) tunggal dan kolam putar serta alur pendekatan yang panjang dan diperlebar pada ujung dekat pantai untuk memungkinkan gerak berputarnya kapal. Gambar tersebut menunjukkan bahwa pelabuhan tersebut memerlukan ruang minimum dan dapat menampung dua kapal. Pelabuhan ini dibuat dengan mengeruk alur pada air dangkal. Pelabuhan terlindung secara alam oleh suatu pulau, sehingga tidak memerlukan pemecah gelombang. Di pelabuhan ini kapal yang akan meninggalkan dermaga harus membelok sendiri terhadap ujung pier dan kemudian meninggalkan pelabuhan melalui alur pendekatan.
dalam hal ini angin dan gelombang mempunyai satu arah, dan ketenangan air di pelabuhan diperoleh dengan membuat satu pemecah gelombang yang bermula dari garis pantai dan kemudian membelok sejajar pantai. Kedalaman air bertambah dengan cepat dari garis pantai, sehingga lebar pelabuhan dapat dibatasi. Pemecah gelombang dimanfaatkan sebagai dermaga yang dapat digunakan oleh dua buah kapal. Kapal berputar dengan menggunakan bantuan dolphin.
bentuk pelabuhan yang panjang dan sempit dengan mulut masuk pelabuhan di satu ujung dan mulut keluar pada ujung lain. Dermaga dapat digunakan untuk berlabuh empat kapal. Di dekat pemecah gelombang yang sejajar pantai dilengkapi dengan alat penambat yang digunakan sebagai tempat tunggu selama dermaga masih digunakan.
bentuk pelabuhan dengan daerah perairan dilindungi oleh dua buah pemecah gelombang dengan satu mulut, sejumlah dermaga dan kolam putar besar berbentuk lingkaran dengan jari-jari sama dengan dua kali panjang kapal terbesar. Pelabuhan ini juga dilengkapi dengan tempat penungguan sebelum kapal mendapat giliran merapat di dermaga. Selain itu juga terdapat tempat untuk kapal-kapal kecil.

1.5. Pemecah Gelombang
Pemecah gelombang yang digunakan untuk melindungi daerah perairan pelabuhan semi alam dan buatan. Lay out pemecah gelombang tergantung pada arah gelombang dominan, bentuk garis pantai, ukuran minimum pelabuhan yang diperlukan untuk melayani trafik di pelabuhan tersebut. Pemecah gelombang bisa berupa dua lengan yang menjorok ke laut dari garis pantai dan sebuah pemecah gelombang yang sejajar pantai dan dilengkapi dengan dua mulut untuk masuk dan keluarnya kapal. bentuk lain adalah satu lengan pemecah gelombang yang berawal dari pantai menuju ke laut yang kemudian membelok dan sejajar pantai. Di sini terdapat satu mulut, dan digunakan apabila angin dan gelombang berasal dari satu arah. Pemecah gelombang bisa pula terdiri dua lengan yang menjorok ke laut dari garis pantai dengan kedua lengan tersebut konvergen dan membentuk suatu celah di laut untuk jalan masuk dan keluar kapal.

1.6. Lokasi dan Lebar Mulut Pelabuhan
Untuk mengurangi tinggi gelombang di perairan pelabuhan, mulut pelabuhan tidak boleh lebih besar dari yang diperlukan untuk keamanan pelayaran atau arus berbahaya yang ditimbulkan oleh pasang surut. Lebar mulut pelabuhan tergantung pada ukuran pelabuhan dan kapal-kapal yang menggunakan pelabuhan. Biasanya untuk pelabuhan kecil lebar mulut pelabuhan adalah 100 m, pelabuhan sedang antara 100 m dan 160 m, dan untuk pelabuhan besar adalah 160 m sampai 260 m. apabila mulut berada diantara pemecah gelombang dengan sisi miring maka lebarnya diukur pada air rendah, yaitu sama dengan lebar yang diperlukan ditambah dengan lebar karena kemiringan sisi bangunan pada kedalaman tersebut. Misalnya jika lebar mulut adalah 150 m dan mulut tersebut berada diantara pemecah gelombang dengan kemiringan 1 : 3, maka untuk pelabuhan dengan kedalaman 10 m, lebar pada muka air rendah adalah 210 m.
Gelombang dari laut dalam akan masuk ke pelabuhan melalui mulut pelabuhan. Dalam perjalanannya masuk ke pelabuhan, tinggi gelombang berkurang secara berangsur-angsur karena adanya proses difraksi, yaitu menyebarnya energi gelombang ke seluruh lebar daerah perairan pelabuhan. Tinggi gelombang di kolam pelabuhan dapat dihitung dengan rumus Stevenson. Rumus tersebut hanya memberikan hasil perkiraan. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dari kondisi gelombang di kolam pelabuhan diperlukan tes model hidraulis.
Rumus Stevenson mempunyai bentuk :

          
Dengan :
Hp  :  tinggi gelombang di titik P di dalam pelabuhan (m).
H    :  tinggi gelombang di mulut pelabuhan (m).
b     :  lebar mulut (m).
D    :  jarak dari mulut ke titik P       
B   : lebar kolam pelabuhan di titik P, yaitu panjang busur lingkaran dengan    jari-jari D dan pusat pada titik tengah mulut (m).
Persamaan tersebut tidak berlaku pada titik yang berjarak kurang dari 15 m dari mulut.
1.7. DATA KAPAL
            Daerah yang diperlukan untuk pelabuhan tergangtung pada karakteristik kapal yang akan berlabuh. Pengembangan pelabuhan di masa mendatang harus meninjau daerah perairan untuk alur, kolam putar, penambatan, dermaga, tempat pembuangan bahan pengerukan, daerah daratan yang diperlukan untuk penempatan, penyimpanan dan pengangkutan barang-barang. Kedalaman dan lebar alur pelayaran tergantung pada kapal terbesar yang menggunakan pelabuhan. Kuantitas angkutan (trafik) yang diharapkan menggunakan pelabuhan juga menentukan apakah alur untuk satu jalur atau dua jalur. Luas kolam pelabuhan dan panjang dermaga sangat dipengaruhi oleh jumlah dan ukuran kapal yang akan berlabuh. Untuk keperluan perencanaan pelabuhan tersebut, maka berikut ini diberikan dimensi dan ukuran kapal secara umum, seperti terlihat dalam tabel 2.1.

Sesuai dengan penggolongan pelabuhan dalam empat sistem pelabuhan, maka kapal-kapal yang menggunakan pelabuhan tersebut juga disesuaikan, seperti terlihat dalam tabel 2.2.
                                      Tabel 2.2. Dimensi kapal pada pelabuhan
Gambar 2.1. Dimensi kapal

            Dimana :
(B = lebar kapal, d = tinggi bagian kapal terendam,
Lpp = panjang kapal, Loa = panjang kapal dari muka air) 


1.7.1. Karakteristik kapal rencana.
Fasilitas dermaga yang akan didesain direncanakan menerima beban dengan contoh desain kriteria data kapal pada tabel 2.3 berikut  :
                                                       Tabel 1.1 Contoh Kriteria Data Kapal



Berlanjut ke BAB II

Minggu, 09 Juni 2013

Keajaiban Al Qur’an dan Ilmu Pengetahuan

Benar kiranya jika Al Qur’an disebut sebagai mukjizat. Bagaimana tidak, ternyata ayat-ayat Al Qur’an yang diturunkan di abad ke 7 masehi di mana ilmu pengetahuan belum berkembang (saat itu orang mengira bumi itu rata dan matahari mengelilingi bumi), sesuai dengan ilmu pengetahuan modern yang baru-baru ini ditemukan oleh manusia.
Sebagai contoh ayat di bawah:
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” [Al Anbiyaa:30]
Saat itu orang tidak ada yang tahu bahwa langit dan bumi itu awalnya satu. Ternyata ilmu pengetahuan modern seperti teori Big Bang menyatakan bahwa alam semesta (bumi dan langit) itu dulunya satu. Kemudian akhirnya pecah menjadi sekarang ini.
Kemudian ternyata benar segala yang bernyawa, termasuk tumbuhan bersel satu pasti mengandung air dan juga membutuhkan air. Keberadaan air adalah satu indikasi adanya kehidupan di suatu planet. Tanpa air, mustahil ada kehidupan. Inilah satu kebenaran ayat Al Qur’an.
Tatkala merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al Qur’an, ditegaskan bahwa masing-masing bergerak dalam orbit atau garis edar tertentu.
“Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.” (Al Qur’an, 21:33)
Disebutkan pula dalam ayat yang lain bahwa matahari tidaklah diam, tetapi bergerak dalam garis edar tertentu:
“Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (Al Qur’an, 36:38)
Langit yang mengembang (Expanding Universe)
Dalam Al Qur’an, yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi masih terbelakang, mengembangnya alam semesta digambarkan sebagaimana berikut ini:
“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.” (Al Qur’an, 51:47)
Menurut Al Qur’an langit diluaskan/mengembang. Dan inilah kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan masa kini.
Sejak terjadinya peristiwa Big Bang, alam semesta telah mengembang secara terus-menerus dengan kecepatan maha dahsyat. Para ilmuwan menyamakan peristiwa mengembangnya alam semesta dengan permukaan balon yang sedang ditiup.
Hingga awal abad ke-20, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia ilmu pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala tanpa permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan teknologi modern, mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan, dan ia terus-menerus “mengembang”.
Pada awal abad ke-20, fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli kosmologi Belgia, George Lemaitre, secara teoritis menghitung dan menemukan bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan mengembang.
Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929. Ketika mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble, seorang astronom Amerika, menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi.
Gunung yang Bergerak
“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan.” [QS 27:88]
14 abad lampau seluruh manusia menyangka gunung itu diam tidak bergerak. Namun dalam Al Qur’an disebutkan gunung itu bergerak.
Gerakan gunung-gunung ini disebabkan oleh gerakan kerak bumi tempat mereka berada. Kerak bumi ini seperti mengapung di atas lapisan magma yang lebih rapat. Pada awal abad ke-20, untuk pertama kalinya dalam sejarah, seorang ilmuwan Jerman bernama Alfred Wegener mengemukakan bahwa benua-benua pada permukaan bumi menyatu pada masa-masa awal bumi, namun kemudian bergeser ke arah yang berbeda-beda sehingga terpisah ketika mereka bergerak saling menjauhi.
Gambar Gerakan Gunung / BenuaPara ahli geologi memahami kebenaran pernyataan Wegener baru pada tahun 1980, yakni 50 tahun setelah kematiannya. Sebagaimana pernah dikemukakan oleh Wegener dalam sebuah tulisan yang terbit tahun 1915, sekitar 500 juta tahun lalu seluruh tanah daratan yang ada di permukaan bumi awalnya adalah satu kesatuan yang dinamakan Pangaea. Daratan ini terletak di kutub selatan.
Sekitar 180 juta tahun lalu, Pangaea terbelah menjadi dua bagian yang masing-masingnya bergerak ke arah yang berbeda. Salah satu daratan atau benua raksasa ini adalah Gondwana, yang meliputi Afrika, Australia, Antartika dan India. Benua raksasa kedua adalah Laurasia, yang terdiri dari Eropa, Amerika Utara dan Asia, kecuali India. Selama 150 tahun setelah pemisahan ini, Gondwana dan Laurasia terbagi menjadi daratan-daratan yang lebih kecil.
Benua-benua yang terbentuk menyusul terbelahnya Pangaea telah bergerak pada permukaan Bumi secara terus-menerus sejauh beberapa sentimeter per tahun. Peristiwa ini juga menyebabkan perubahan perbandingan luas antara wilayah daratan dan lautan di Bumi.
Pergerakan kerak Bumi ini diketemukan setelah penelitian geologi yang dilakukan di awal abad ke-20. Para ilmuwan menjelaskan peristiwa ini sebagaimana berikut:
Kerak dan bagian terluar dari magma, dengan ketebalan sekitar 100 km, terbagi atas lapisan-lapisan yang disebut lempengan. Terdapat enam lempengan utama, dan beberapa lempengan kecil. Menurut teori yang disebut lempeng tektonik, lempengan-lempengan ini bergerak pada permukaan bumi, membawa benua dan dasar lautan bersamanya. Pergerakan benua telah diukur dan berkecepatan 1 hingga 5 cm per tahun. Lempengan-lempengan tersebut terus-menerus bergerak, dan menghasilkan perubahan pada geografi bumi secara perlahan. Setiap tahun, misalnya, Samudera Atlantic menjadi sedikit lebih lebar. (Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 30)
Ada hal sangat penting yang perlu dikemukakan di sini: dalam ayat tersebut Allah telah menyebut tentang gerakan gunung sebagaimana mengapungnya perjalanan awan. (Kini, Ilmuwan modern juga menggunakan istilah “continental drift” atau “gerakan mengapung dari benua” untuk gerakan ini. (National Geographic Society, Powers of Nature, Washington D.C., 1978, s.12-13)
Tidak dipertanyakan lagi, adalah salah satu kejaiban Al Qur’an bahwa fakta ilmiah ini, yang baru-baru saja ditemukan oleh para ilmuwan, telah dinyatakan dalam Al Qur’an.
“Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan dan Kami turunkan hujan dari langit lalu Kami beri minum kamu dengan air itu dan sekali kali bukanlah kamu yang menyimpannya.” (Al Qur’an, 15:22)
Ramalan Kemenangan Romawi atas Persia
“Alif, Lam, Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang).” (Al Qur’an, 30:1-4)
Ayat-ayat ini diturunkan kira-kira pada tahun 620 Masehi, hampir tujuh tahun setelah kekalahan hebat Bizantium Kristen di tangan bangsa Persia, ketika Bizantium kehilangan Yerusalem. Kemudian diriwayatkan dalam ayat ini bahwa Bizantium dalam waktu dekat menang. Padahal, Bizantium waktu itu telah menderita kekalahan sedemikian hebat hingga nampaknya mustahil baginya untuk mempertahankan keberadaannya sekalipun, apalagi merebut kemenangan kembali. Tidak hanya bangsa Persia, tapi juga bangsa Avar, Slavia, dan Lombard menjadi ancaman serius bagi Kekaisaran Bizantium. Bangsa Avar telah datang hingga mencapai dinding batas Konstantinopel. Kaisar Bizantium, Heraklius, telah memerintahkan agar emas dan perak yang ada di dalam gereja dilebur dan dijadikan uang untuk membiayai pasukan perang. Banyak gubernur memberontak melawan Kaisar Heraklius dan dan Kekaisaran tersebut berada pada titik keruntuhan. Mesopotamia, Cilicia, Syria, Palestina, Mesir dan Armenia, yang semula dikuasai oleh Bizantium, diserbu oleh bangsa Persia. (Warren Treadgold, A History of the Byzantine State and Society, Stanford University Press, 1997, s. 287-299.)
Diselamatkannya Jasad Fir’aun
“Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu” [QS 10:92]
ramses.jpgMaurice Bucaille dulunya adalah peneliti mumi Fir’aun di Mesir. Pada mumi Ramses II dia menemukan keganjilan, yaitu kandungan garam yang sangat tinggi pada tubuhnya. Dia baru kemudian menemukan jawabannya di Al-Quran, ternyata Ramses II ini adalah Firaun yang dulu ditenggelamkan oleh Allah swt ketika sedang mengejar Nabi Musa as.
Injil & Taurat hanya menyebutkan bahwa Ramses II tenggelam; tetapi hanya Al-Quran yang kemudian menyatakan bahwa mayatnya diselamatkan oleh Allah swt, sehingga bisa menjadi pelajaran bagi kita semua.
Perhatikan bahwa Nabi Muhammad saw hidup 3000 tahun setelah kejadian tersebut, dan tidak ada cara informasi tersebut (selamatnya mayat Ramses II) dapat ditemukan beliau (karena di Injil & Taurat pun tidak disebut). Makam Fir’aun, Piramid, yang tertimbun tanah baru ditemukan oleh arkeolog Giovanni Battista Belzoni tahun 1817. Namun Al-Quran bisa menyebutkannya karena memang firman Allah swt (bukan buatan Nabi Muhammad saw).
Segala Sesuatu diciptakan Berpasang-pasangan
Al Qur’an yang berulang-ulang menyebut adanya pasangan dalam alam tumbuh-tumbuhan, juga menyebut adanya pasangan dalam rangka yang lebih umum, dan dengan batas-batas yang tidak ditentukan.
“Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa-apa yang mereka tidak ketahui.” [Yaa Siin 36:36]
Kita dapat mengadakan hipotesa sebanyak-banyaknya mengenai arti hal-hal yang manusia tidak mengetahui pada zaman Nabi Muhammad. Hal-hal yang manusia tidak mengetahui itu termasuk di dalamnya susunan atau fungsi yang berpasangan baik dalam benda yang paling kecil atau benda yang paling besar, baik dalam benda mati atau dalam benda hidup. Yang penting adalah untuk mengingat pemikiran yang dijelaskan dalam ayat itu secara rambang dan untuk mengetahui bahwa kita tidak menemukan pertentangan dengan Sains masa ini.
Meskipun gagasan tentang “pasangan” umumnya bermakna laki-laki dan perempuan, atau jantan dan betina, ungkapan “maupun dari apa yang tidak mereka ketahui” dalam ayat di atas memiliki cakupan yang lebih luas. Kini, cakupan makna lain dari ayat tersebut telah terungkap. Ilmuwan Inggris, Paul Dirac, yang menyatakan bahwa materi diciptakan secara berpasangan, dianugerahi Hadiah Nobel di bidang fisika pada tahun 1933. Penemuan ini, yang disebut “parité”, menyatakan bahwa materi berpasangan dengan lawan jenisnya: anti-materi. Anti-materi memiliki sifat-sifat yang berlawanan dengan materi. Misalnya, berbeda dengan materi, elektron anti-materi bermuatan positif, dan protonnya bermuatan negatif. Fakta ini dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagaimana berikut:
“…setiap partikel memiliki anti-partikel dengan muatan yang berlawanan … dan hubungan ketidakpastian mengatakan kepada kita bahwa penciptaan berpasangan dan pemusnahan berpasangan terjadi di dalam vakum di setiap saat, di setiap tempat.”
Semua ini menunjukkan bahwa unsur besi tidak terbentuk di Bumi, melainkan dibawa oleh meteor-meteor melalui letupan bintang-bintang di luar angkasa, dan kemudian “dikirim ke bumi”, persis sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut. Jelas bahwa fakta ini tak mungkin diketahui secara ilmiah pada abad ke-7, di saat Al Qur’an diturunkan.
Sumber:
Harun Yaya
Mukjizat Al Qur’an, Prof. Dr. Quraisy Syihab
BIBEL, QUR-AN, dan Sains Modern
Dr. Maurice Bucaille
Judul Asli: La Bible Le Coran Et La Science
Alih bahasa: Prof. Dr. H.M. Rasyidi
Penerbit Bulan Bintang, 1979

Rabu, 05 Juni 2013

KONSTRUKSI JEMBATAN BETON BERTULANG

DASAR TEORI

Pengertian umum
Jembatan merupakan salah satu bentuk konstruksi yang berfungsi meneruskan jalan melalui suatu rintangan. Seperti sungai, lembah dan lain-lain sehingga lalu lintas jalan tidak terputus olehnya.
Dalam perencanaan konstruksi jembatan dikenal dua bagian yang merupakan satu kesatuan yang utuh yakni :
1.      Bangunan Bawah ( Sub Struktur )
2.      Bangunan Atas ( Super Struktur )
Bangunan atas terdiri dari lantai kendaraan, trotoar, tiang-tiang sandaran dan gelagar.
Bangunan bawah terdiri dari pondasi, abutmen, pilar jembatan dan lain-lain.
Syarat dan bentuk jembatan
Pemilihan bentuk jembatan sangat dipengaruhi oleh kondisi dari lokasi jembatan tersebut. Pemilihan lokasi tergantung medan dari suatu daerah dan tentunya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di daerah dengan kata lain  bentuk dari konstruksi jembatan harus layak dan ekonomis.
Perencanaan konstruksi jembatan berkaitan dengan letaknya. Oleh beberapa ahli menentukan syarat-syarat untuk acuan dari suatu perencanaan jembatan sebagai berikut :
1.      Letaknya dipilih sedemikian rupa dari lebar pengaliran agar bentang bersih jembatan tidak terlalu panjang.
2.      Kondisi dan parameter tanah dari lapisan tanah dasar hendaknya memungkinkan perencanaan struktur pondasi lebih efesien.
3.      Penggerusan ( scow-ing ) pada penampang sungai hendaknya dapat diantisipasi sebelumnya dengan baik agar profil saluran di daerah jembatan dapat teratur dan panjang.
Dari syarat-syarat tersebut diatas telah dijelaskan bahwa pemilihan penepatan jembatan merupakan salah satu dari rangkaian system perencanaan konstruksi jembatan yang baik, namun demikian aspek–aspek yang lain tetap menjadi bagian yang penting, misalnya saja system perhitungan konstruksi; penggunaan struktur ataupun mengenai system nonteknik seperti obyektifitas pelaksana dalam merealisasikan jembatan tersebut.
Mengenai bentuk-bentuk jembatan dapat dibedakan sesuai dengan:
Material yang digunakan
 Jembatan kayu
  Jembatan baja
 Jembatan beton
  Jembatan gabungan baja dan beton
Jenis konstruksinya
  Jembatan ulir
  Jembatan gelagar
  Jembatan plat
 Jembatan gantung
  Jembatan dinding penuh
  Jembatan lengkungan

 Menurut penggolongan
  Jembatan yang dapat digerakan, merupakan jenis jembatan baja yang pelaksanaannya dibuat sebagai gelagar dinding penuh.
  Jembatan tetep, jenis jembatan seperti ini digunakan untuk keperluan lalu lintas. Seperti jembatan kayu, jembatan beton dan jembatan batu.
Jembatan Beton Bertulang
 Definisi
            Jembatan beton merupakan jembatan yang konstruksinya terbuat dari material utama bersumber dari beton.
Sifat Dasar Beton
Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari agregat alam seperti kerikil, pasir, dan bahan perekatBahan perekat yang biasa dipakai adalah air dan semen. Secara umum, beton dibagi dalam dua bagian yaitu:
a.       Beton bertulang
b.      Beton tidak bertulang

Beton bertulang adalah suatu bahan bangunan yang kuat, tahan lama dan dapat dibentuk menjadi berbagai ukuran. Mamfaat dan keserbangunannya dicapai dengan mengkombinasikan segi-segi yang terbaik dari beton dan baja dengan demikian apabila keduanya dikombinasikan, baja akan dapat menyediakan kekuatan tarik dan sebagian kekuatan geser.
     Beton tidak bertulang hanya mampu atau kuat menahan kekuatan tekan dari beban yang diberikan.

Beban Yang Dihitung Dalam Merencanakan Jembatan
Secara umum beban – beban yang dihitung dalam merencanakan jembatan dibagi atas dua yaitu beban primer dan beban sekunder. Beban primer adalah beban utama dalam perhitungan tegangan untuk setipa perencanaan jembatan, sedangkan beban sekunder adalah beban sementara yang mengakibatkan tegangan – tegangan yang relatif kecil daripada tegangan akibat beban primer dan biasanya tergantung dari bentang,bahan,sistem kontruksi,tipe jembatan dan keadaan setempat.
A.    Beban Primer
Beban primer adalah beban yang merupakan muatan utama dalam perhitungan tegangan untuk setiap perencanaan jembatan.
Beban primer jembatan mencakup beban mati,beban hidup dan beban kejut.
1.      Beban Mati
Beban mati adalah semua muatan yang berasal dari berat sendiri jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur tambahan tetap yang dianggap merupakan satu satuan dengan jembatan (Sumantri, 1989:63). Dalam menentukan besarnya muatan mati harus dipergunakan nilai berat volume untuk bahan-bahan bangunan.
Contoh beban mati pada jembatan: berat beton, berat aspal, berat baja, berat pasangan bata, berat plesteran dll.
Rumus untuk berat sendiri:
QMS = b . h . wc
Dimana :    QMS= Berat sendiri
b    = Slab lantai jembatan
                                    h    = Tebal slab lantai jembatan
wc  = Berat beton bertulang ( yang disyaratkan dalam RSNI       T-02-2005 adalah dari 23,5-25,5 )
Beban mati tambahan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Dimana :   QMA     = Beban mati tambahan
ta          = Tebal lapisan aspal + ovelay ( berat yang   ditetapkan dalam RSNI T-02-2005 adalah 22,0 )
ha         = Tebal genangan air hujan ( berat yang   ditetapkan dalam RSNI T-02-2005 adalah 9,8 )

2.      Beban Hidup
Yang termasuk dengan beban hidup adalah beban yang berasal dari berat kendaraan-kendaraan bergerak lalu lintas dan/atau pejalan kaki yang dianggap bekerja pada jembatan. Berdasarkan PPPJJR-1987, halaman 5-7, beban hidup  yang ditinjau terdiri dari :
a.       Beban “T”(Beban lantai kendaraan)
Beban “T” merupakan beban kendaraan truk yang mempunyai beban roda ganda (Dual Wheel Load) sebesar 10 ton, yang bekerja pada seluruh lebar bagian jembatan yang dingunakan untuk lalu lintas kendaraan.



Beban hidup pada lantai jembatan berupa beban roda ganda oleh Truk (beban T) yang besarnya, T = 100 kN. Dengan menggunakan rumus:

PTT = ( 1 + DLA ) . T

Dimana :
            PTT       = Beban truk “T”
            DLA    = Faktor beban dinamis untuk pembebanan truk

a.       Beban “D”(Jalur lalu lintas )

Beban “D” adalah susunan beban pada setiap jalur lalu lintas yang terdiri dari beban garis “P” ton per jalur lalu lintas (P = 12 ton) dan beban terbagi rata “q” ton per meter panjang per jalur sebagai berikut:
q = 2,2 t/m                                                    untuk L < 30 m.
q = 2,2 t/m – {(1,1/60) x (L – 30)} t/m        untuk 30 m < L < 60 m.
q = 1,1{1 + (30/L)}                                      untuk L > 60 m.
Ketentuan penggunaan beban “D” dalam arah melintang jembatan sebagai berikut:
Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan < 5,50 m, beban “D” sepenuhnya (100%) harus dibebankan pada seluruh jembatan.
Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan > 5,50 m, beban “D” sepenuhnya (100%) dibebankan pada lebar jalur 5,50 m sedangkan lebar selebihnya dibebani hanya separuh beban “D” (50%).
contoh beban hidup pada jembatan: beban kendaraan yang melintas, beban orang berjalan dll.
1.      Beban Kejut
Menurut Anonim (1987:10) beban kejut diperhitungkan pengaruh getaran-getaran dari pengaruh dinamis lainnya., tegangan-tegangan akibat beban garis (P) harus dikalikan dengan koefisien kejut. Sedangkan beban terbagi rata (q) dan beban terpusat (T) tidak dikalikan dengan koefisien kejut. Besarnya koefisien kejut ditentukan dengan rumus:
Dimana : K = Koefisien kejut
L = Panjang dalam meter dari bentang yang bersangkutan
A.    Beban Sekunder
Beban sekunder adalah beban pada jembatan-jembatan yang merupakan beban atau muatan sementara, yang selalu bekerja pada perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan. Pada umumnya beban ini mengakibatkan tegangan-tegangan yang relative lebih kecil dari pada tegangan-tegangan akibat beban primer, dan biasanya tergantung dari bentang, system jembatan, dan keadaan setempat. 
Sedangkan Beban Sekunder terdiri dari beban angin, gaya rem, dan gaya akibat perbedaan suhu.
1.      Beban Angin ( EW )
Pengaruh tekanan angin bekerja dalam arah horizontal sebesar 100 kg/cm2. Dalam memperhitungkan jumlah luas bagian jembatan pada setiap sisi digunakan jumlah luas bagian jembatan pada setiap sisi digunakan ketentuan sebagai berikut:
Ø  Untuk jmbatan berdinding penuh diambil sebesar 100% terhadap luas sisi jembatan

Ø  Untuk jembatan rangka diambil sebesar 30% terhadap luas sisi jembatan.




Beban garis merata tambahan arah horisontal pada permukaan lantai jembatan akibat angin yang meniup kendaraan di atas jembatan dihitung dengan rumus :
TEW = 0.0012 . Cw . (Vw)2
Dimana :
Cw = koefisien seret = 1,2 ( RSNI T-02-2005 )
Vw = Kecepatan angin rencana

Bidang vertikal yang ditiup angin merupakan bidang samping kendaraan dengan tinggi  ( h )   = 2.00 m di atas lantai jembatan.
Jarak antara roda kendaraan ( x ) = 1.75 m

Transfer  beban angin ke lantai jembatan dengan menggunakan   rumus:
           
PEW = [ 1/2*h / x * TEW ]

1.      Beban Gaya Rem
Gaya ini bekerja dalam arah memanjang jembatan, akibat gaya rem dan traksi ditinjau untuk kedua jurusan lalu lintas. pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan pengaruh gaya rem sebesar 5% dari muatan D tanpa koefisien kejut yang memenuhi semua jalur lalu lintas yang ada dalam satu jurusan.
2.      Gaya Akibat Perbedaan Suhu
Perbedaan suhu harus ditetapkan sesuai dengan keadaan setempat. Diasumsikan untuk baja sebesar C dan beton 10. Peninjauan khusus terhadap timbulnya tegangan-tegangan akibat perbedaan suhu yang ada antara bagian-bagian jembatan dengan bahan yang berbeda.
3.      Beban Gempa
Untuk pembangunan jembatan pada daerah yang dipengaruhi oleh gempa, maka beban gempa juga diperhitungkan dalam perencanaan struktur jembatan
4.      Beban angin
Beban angin dihitung pada daerah konstruksi jembatan yang harus menahan beban angin.
A.    Beban Khusus

Beban khusus adalah beban atau muatan yang merupakan pemuatan khusus untuk perhitungan tegangan pada perencanaan jembatan. Muatan ini bersifat tidak terlalu bekerja pada jembatan, hanya berpengaruh pada sebagian konstruksi, tergantung pada keadaan setempat.

Yang termaksud beban khusus adalah:

1.      Gaya akibat gempa bumi
2.      Gaya akibat aliran air
3.      Gaya akibat tekanan tanah dan lain-lain

Perencanaan Pipa Sandaran
Pada perencanaan pipa sandaran, ditentukan:
1.      Beban hidup yang bekerja pada pipa sandaran

2.      Luas penampang pipa
3.      Momen tahanan
4.      Diameter dan tebal pipa sandaraan dilihat pada tabel
5.      Berat pipa = A x  beton
Perencanaan Tiang Sandaran
Pada perencanaan tiang sandaran ditentukan:
1.      Beban horizontal ( H1 )
2.      Berat sendiri tiang sandaran + pipa sandaran
3.      Tulangan tiang sandaran
Perencanaan Lantai Trotoar
Pada perencanaan lantai trotoar ditentukan:
1.      Data-data perencanaan yang dibutuhkan:

    beton = 2400 kg/m3
  Tebal trotoar
  Tebal kerb beton
  Mutu beton ( fc )
  Mutu baja (fy )

2.      Beban-beban yang diperlukan:

  Berat sendiri trotoar ( W1 )
 Berat sendiri kerb beton ( W2 )
  Beban hidup ( W3 )
  Beban tiang sandaran + pipa ( W4 )
  Beban horizontal pada tiang sandaran ( H1 )
  Beban horizontal pada kerb beton ( H2 )


3.      Perhitungan momen

  Momen akibat beban mati


  Momen akibat beban hidup

 Momen berfaktor


4.      Perhitungan tulangan

Pada perencanaan tulangan data yang diperlukan adalah:

  Tinggi plat trotoar
  Direncanakan tulangan utama
 Selimut beton
  Tinggi efektif

Dalam perhitungan tulangan ini Tinggi efektif dapat dihitung dengan rumus:
Tulangan bagi
Rumus untuk fy = 350 Mpa
                       
Perhitungan Lantai Kendaraan
            Perhitungan lantai kendaraan didasarkan pada:
A.    Beban Pada Lantai

1.      Beban mati

  Akibat berat sendiri lantai kendaraan
  Akibat berat aspal
  Akibat berat air hujan

2.      Beban hidup
Beban hidup yang bekerja pada lantai kendaraan adalah beban “T” yang merupakan kendaraan truk yang mempunyai beban roda ganda sebesar 10 ton. Beban untuk jembatan kelas II diambil sebesar 70 % yaitu untuk jembatan permanen.
Beban roda disebar merata pada lantai kendaraan berukuran (2,25 x 3,5) m2 yaitu pada jarak antara gelagar memanjang dan gelagar melintang. Bidang kontak roda untuk beban 70 % adalah (14 x 35) cm2 (sumber: PPPJJR -1987, hal:23). Besarnya T diambil 70 %, maka T = 70 % x 10 = 7 ton. Penyebaran gaya terhadap lantai jembatan dengan sudut 450 dapat dilihat pada gambar berikut: 





Penyebaran Gaya :
Untuk potongan memanjang lantai dengan menggunakan rumus:
u = a1 + 2 (1/2 x tebal plat beton + tebal aspal)
Untuk potongan melintang lantai dengan menggunakan rumus:
v = b2 + 2 (1/2 x tebal plat beton + tebal aspal)

3.      Beban angin
Muatan angin merupakan muatan sekunder. Berdasarkan PPPJJR 1987, tekanan angin diambil sebesar 150 kg/m2. Luas bidang muatan hidup yang bertekanan angin ditetapkan setinggi 2 m di atas lantai kendaraan, sedangkan jarak as roda kendaraan adalah 1,75 m. Reaksi pada roda akibat angin (R) :



Seperti terlihat pada gambar berikut:
 



B.     Analisis Struktur pelat
Berdasarkan SKNI T-12-2004, Kekuatan pelat lantai terhadap lentur harus ditentukan sesuai pasal 5.1.1.1 sampai pasal 5.1.1.4, kecuali apabila persyaratan kekuatan minimum pada pasal 5.1.1.4 dianggap memenuhi dengan memasang tulangan tarik minimum sesuai dengan pasal 5.5.3.

5.1.1.1 Asumsi perencanaan
Perhitungan kekuatan dari suatu penampang yang terlentur harus memperhitungkan keseimbangan dari tegangan dan kompatibilitas regangan, serta konsisten dengan anggapan:
- Bidang rata yang tegak lurus sumbu tetap rata setelah mengalami lentur.
- Beton tidak diperhitungkan dalam memikul tegangan tarik.
- Distribusi tegangan tekan ditentukan dari hubungan tegangan-regangan       beton.
- Regangan batas beton yang tertekan diambil sebesar 0,003.

Hubungan antara distribusi tegangan tekan beton dan regangan dapat berbentuk persegi, trapesium, parabola atau bentuk lainnya yang menghasilkan perkiraan kekuatan yang cukup baik terhadap hasil pengujian yang lebih menyeluruh. Walaupun demikian, hubungan distribusi tegangan tekan beton dan regangan dapat dianggap dipenuhi oleh distribusi tegangan beton persegi ekivalen, yang diasumsikan bahwa tegangan beton = 0,85 fc’ terdistribusi merata pada daerah tekan ekivalen yang dibatasi oleh tepi tertekan terluar dari penampang dan suatu garis yang sejajar dengan sumbu netral sejarak a = β1c dari tepi tertekan terluar tersebut.
Jarak c dari tepi dengan regangan tekan maksimum ke sumbu netral harus diukur dalam arah tegak lurus sumbu tersebut.

Faktor β1 harus diambil sebesar:
β1 = 0,85 untuk fc’ < 30 MPa
β1 = 0,85 – 0,008 (fc’ – 30 ) untuk fc’ > 30 MPa
tetapi β1 pada persamaan 5.1-2 tidak boleh diambil kurang dari 0,65.

5.1.1.2  Faktor reduksi kekuatan

Faktor reduksi kekuatan diambil sesuai dengan pasal 4.5.2.

5.1.1.3  Kekuatan rencana dalam lentur

Perencanaan kekuatan pada penampang terhadap momen lentur harus berdasarkan kekuatan nominal yang dikalikan dengan suatu faktor reduksi kekuatan Φ sesuai dengan pasal 4.5.2

5.1.1.4  Kekuatan minimum

Kekuatan nominal dalam lentur pada penampang kritis beton harus diambil tidak lebih kecil dari 1,2 Mcr (momen retak), yang dipenuhi oleh suatu persyaratan tulangan tarik minimum sebagaimana disampaikan dalam pasal 5.1.1.5.

5.1.1.5   Syarat tulangan minimum

a.       Pada setiap penampang dari suatu komponen struktur lentur, bila berdasarkan analisis diperlukan tulangan tarik, maka luas As yang ada tidak boleh kurang dari:
Dan tidak lebih kecil dari:

b.      Pada balok T sederhana dengan bagian sayap tertarik, As min tidak boleh kurang dari nilai terkecil di antara :
Dan
dengan pengertian :
bf         = adalah lebar bagian sayap penampang.

c.       Sebagai alternatif, untuk komponen struktur yang besar dan masif, luas tulangan yang diperlukan pada setiap penampang, positif atau negatif, paling sedikit harus sepertiga lebih besar dari yang diperlukan berdasarkan analisis.

Untuk pelat lantai satu arah di atas dua perletakan atau menerus, lebar pelat yang menahan momen lentur akibat beban terpusat dapat ditentukan sesuai dengan :
a.       Bila beban tidak dekat dengan sisi yang tidak ditumpu:


dengan pengertian :
a*        = jarak tegak lurus dari tumpuan terdekat ke penampang yang diperhitungkan.
ln         = bentang bersih dari pelat.

b.      Bila beban dekat dengan sisi yang tidak ditumpu, lebar pelat tidak boleh lebih besar dari harga terkecil berikut ini:

1) harga sama dengan persamaan 5.5-1; atau
2) setengah dari harga di atas ditambah jarak dari titik pusat beban ke sisi yang tidak ditumpu.


C.    Penulangan

Syarat tulangan maksimum
Untuk komponen struktur lentur, dan untuk komponen struktur yang dibebani kombinasi lentur dan aksial tekan dimana kuat tekan rencana ρPn kurang dari nilai yang terkecil antara 0,1fc’Ag dan ρPb, maka rasio tulangan ρ tidak boleh melampaui 0,75 dari rasio ρb yang menghasilkan kondisi regangan batas berimbang untuk penampang.
Untuk komponen struktur beton dengan tulangan tekan, bagian ρb untuk tulangan tekan tidak perlu direduksi dengan faktor 0,75.

Jarak tulangan

Jarak tulangan harus cukup memadai untuk penempatan penggetar dan me-mungkinkan ukuran terbesar dari agregat kasar dapat bergerak saat digetarkan. Jarak bersih minimum antara tulangan sejajar, seikat tulangan dan sejenisnya tidak boleh kurang dari:
a) 1,5 kali ukuran nominal maksimum agregat; atau
b) 1,5 kali diameter tulangan; atau
c) 40 mm
Jarak bersih antara tulangan yang sejajar dalam lapisan tidak boleh kurang dari 1,5 kali diameter tulangan atau 1,5 kali diameter seikat tulangan.

Detail tulangan lentur

a) Penyebaran
Tulangan tarik harus disebarkan dengan merata pada daerah tegangan tarik beton maksimum, termasuk bagian sayap balok T, balok L dan balok I pada tumpuan.

b) Pengangkuran – umum
Bagian ujung dan pengangkuran dari tulangan lentur harus didasarkan pada momen lentur hipotetis yang dibentuk oleh pemindahan secara merata dari momen lentur positif dan negatif, sejarak h pada balok terhadap tiap sisi potongan momen maksimum yang relevan.
Tidak kurang dari sepertiga tulangan tarik akibat momen negatif total yang diperlukan pada tumpuan harus diperpanjang sejarak h melewati titik balik lentur.

c) Pengangkuran dari tulangan positif harus memenuhi :
Pada perletakan sederhana, tulangan angkur harus dapat menyalurkan gaya tarik sebesar 1,5 Vu pada bagian muka perletakan.

1) Bila tulangan tarik diperlukan pada tengah bentang, tidak boleh kurang dari setengahnya harus diperpanjang sejarak 12 db melalui muka perletakan, atau sepertiganya harus diperpanjang 8 db ditambah h/2 melalui muka perletakan.
2) Pada balok menerus atau terkekang secara lentur, tidak kurang dari seperempat dari tulangan positif total yang diperlukan di tengah bentang harus diperpanjang/ diteruskan melalui permukaan dekat perletakan.

d) Tulangan lentur tidak boleh dihentikan di daerah tarik kecuali bila salah satu ketentuan berikut dipenuhi:

1) untuk batang D36 dan yang lebih kecil, dimana tulangan menerusnya
memberikan luas dua kali dari luas tulangan lentur yang diperlukan pada titik pemutusan tulangan dan geser terfaktornya tidak melampaui tiga perempat dari kuat geser rencana, ΦVn..
2) gaya geser terfaktor pada titik pemutusan tulangan tidak melebihi dua pertiga dari kuat geser rencana ΦVn..
3) pada setiap pemutusan batang tulangan atau kawat, disediakan suatu luas sengkang tambahan disamping sengkang yang diperlukan untuk menahan geser dan puntir, sepanjang tiga perempat tinggi efektif komponen struktur diukur dari titik penghentian tulangan. Luas sengkang tambahan Av tidak boleh kurang dari.0,4bws/fy. Spasi s tidak boleh lebih dari d/8ρb, dimana ρb adalah rasio dari luas tulangan yang diputus terhadap luas tulangan tarik total pada penampang tersebut.

Syarat-syarat tulangan geser

a) Apabila 0,5φ Vc < Vu < φ Vc , harus dipasang tulangan minimum sesuai pasal 5.2.7.
b) Tulangan geser minimum ini dapat tidak dipasang untuk balok di mana kebutuhan kekuatan geser terfaktor Vu < 0,5φ Vc, atau bila Vu < φ Vc dan tinggi total balok tidak melampaui nilai terbesar dari 250 mm, 2,5 kali tebal sayap atau setengah lebar bagian badan.
c) Apabila Vu > φ Vc, tulangan geser harus dipasang sesuai dengan perencanaan tulangan geser pada pasal 5.2.6.

D.    Sketsa Penulangan

PERANCANGAN PELABUHAN

BAB I PERENCANAAN  PELABUHAN 1.1. Pendahuluan Pembangunan pelabuhan memakan biaya yang sangat besar. Oleh karena itu diperlukan ...